Pengertian Tahfizh
Fenomena menghafal kitab suci Al-Qur’an
merupakan salah satu ciri khas yang dimiliki umat Islam dan tidak dimiliki oleh
umat lain. Adalah satu keistimewaan bahwa Al-Qur’an mudah dihafalkan, baik oleh
orang Arab sendiri maupun orang non Arab yang sama sekali tidak mengerti arti
kata yang ada dalam Al-Qur’an. Bahkan kitab suci ini bisa dihafalkan oleh anak
kecil yang umurnya kurang dari 10 tahun. Dalam gramatika bahasa Arab (ilmu sharaf), tahfizh adalah kata jadian. Dia
merupakan isim mashdar (kata benda abstrak) dari wazan (bentuk kata) fa’’ala yufa’’ilu
taf’iilan, yang dalam disiplin ilmu
sharaf disebut ruba’i mazid bi
ziyadah al-tadh’iif al-ta’diyah alias kata berbasis empat huruf, yang dari akar katanya telah
mendapatkan tambahan huruf berupa tasydid atau penggandaan huruf,
dengan makna transitif.
Jadi, kalau tahfizh itu di-tashrif (di-konjugasi), maka diperoleh deretan kata: haffazha-yuhaffizhu-tahfiizhan. Tahfizh sebagai kata bentukan yang telah
mendapatkan tambahan tasydid transitif berarti: membuat orang lain jadi
hafal. Ini sama dengan تعلِيمًا يُعَلِّمُ، yang berarti “membuat orang lain menjadi tahu tentang sesuatu”,
alias mengajar.
Memang, secara teknis dan dalam penggunaan
sehari-hari, istilah tahfizh memiliki kemiripan dengan istilah ta’lim. Tahfizh juga punya konotasi mengajar, atau
lebih tepatnya memberi bimbingan dan tuntunan kepada orang lain (anak didik)
supaya dia hafal, entah hafal ilmu, syair ataupun lainnya. Jika dikatakan “tahfizh Al-Qur’an”, maka yang dimaksud ialah “kegiatan
memberikan bimbingan dan arahan kepada orang lain (anak didik) untuk menghafalAl-Qur’an”. Dari situlah, maka yang kita kenal adalah istilah-istilah “Madrasah Tahfizh
Al-Qur’an” dan “Ma’had Tahfizh
Al-Qur’an”, untuk madrasah dan pesantren yang mengkhususkan diri pada kegiatan
memberikan bimbingan menghafal Al-Qur’an. Bukan ”Madrasah Hifzh
Al-Qur’an” dan “Ma’had Hifzh
Al-Qur’an”, misalnya. Adapun istilah
“halaqah tahfizh
Al-Qur’an” berarti “lingkaran
bimbingan untuk menghafalkan Al-Qur’an”, yang dalam kelaziman kita biasa
disebut “setoran hafalan Al-Qur’an”. Adapun guru mengaji yang menerima setoran
anak didik untuk menghafal Al-Qur’an dinamakan “muhaffizh Al-Qur’an”, sebagai bentuk ajektif atau kata pelaku dari
kata tahfizh. Bandingkan dengan pengajar yang dalam bahasa Arab disebut “mu’allim”, sebagai bentuk ajektif dari kata “ta’liim”.
Kegiatan tahfizh Al-Qur’an merupakan bagian dari agenda umat Islam yang telah berlangsung
secara turun temurun semenjak Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw
sampai saat ini dan sampai waktu yang akan datang nanti. Di kalangan para
sahabat Nabi saw, ada tujuh orang yang terkenal aktif menularkan (iqraa’) bacaan Al-Qur’an yang mereka hafal, yaitu
Utsman bin Affan ra, Ali bin Abi Thalib ra, Ubay bin Ka’b ra, Zaid bin Tsabit
ra, Ibnu Mas’ud ra, Abu al-Darda’ ra dan Abu Musa al-Asy’ari ra. Apa yang
mereka lakukan pada hakikatnya
adalah kegiatan tahfizh pula.
Pengertian Hifzh Al-Qur'an
Akar kata dari tahfizh ialah hifzh, sebuah kata yang telah
diserap kedalam bahasa Indonesia menjadi “hafal”. Hifzh itu sendiri berpangkal
pada suatu formula tiga huruf “ha’-fa’-zha’”
yang artinya berkisar kepada memperhatikan dan menjaga sesuatu sehingga sesuatu
itu tidak hilang dan lepas (alias terlupakan). Seperti dijelaskan Ibn Faris
dalam kitab “Mu’jam Maqayis
al-Lughah”, dari formula tiga huruf
itulah, yang punya makna memperhatikan dan menjaga tadi, lahirlah sederet kata,
termasuk tahaffuzh dan hifaazh. Mari kita ikuti
penjelasan beliau berikut
ini:
Kuliah Qur’an 3 Menghafal Al-Quran Metode Lauhun
حفظ
atau ح-ف-ظ
adalah satu akar
kata yang punya makna dasar:menjaga sesuatu. Adapun tahaffuzh (kata
bentukannya) berarti:kondisi minimnya lupa. Adapun الحفاظ
berarti menekuni
(dalam arti menjaga sesuatu secara terus menerus).
Sementara al-Azhari dalam kitabnya “Tahdzib al-Lughah” mengutip penjelasan al-Laits, seorang pakar
bahasa, sebagai berikut:
“Kata “hifzh”
berarti kebalikan dari lupa, yakni senantiasa mengingat
dan lupanya sedikit.
Sedang “al-hafiizh” berarti “yang diserahi
sesuatu untuk
menjaganya”.
Mari kita lanjutkan penjelajahan terhadap
kata-kata bentukan yang berakar dari rangkaian huruf-huruf “ha’-fa’-zha’” tadi. Kalau al-hafiizh الحفيظ) ) merupakan isim maf’ul alias kata sifat pasif (partisip pasif) atau
kata obyek pasif (nomen patientis), maka al-haafizh (
الحافظ
) adalah isim fa’il alias kata sifat aktif (partisip aktif) atau
kata pelaku aktif (nomenagentis), dengan arti “yang menjaga sesuatu”. Kalau
salah satu nama Allah adalah “al-Haafizh”
( الحافظ ), maka itu berarti “Dzat
yang selalu menjaga langit dan bumi dengan segala isinya, tidak pernah lalai
atau
lupa, sehingga siklus peredaran planet bisa
berjalan dengan baik, tanpa ada tabrakan antara satu dengan yang lain”.
Dari situ, maka makna حافظون
, yang merupakan bentuk
jamak dari kata حافظ , pada ayat berikut berarti “menjaga”.
“Dan orang-orang
yang menjaga kemaluan-kemaluan mereka”
Maksudnya, menjaga kemaluannya supaya tidak
dipakai pada perbuatan haram (zina). Dengan kata lain, mereka menahan diri untuk
tidak melakukan hal-hal yang diharamkan oleh Allah (zina dan sebagainya).
Begitu pula, arti mahfuzh ( محفوظ ) dalam ayat berikut adalah “terjaga”. Inilah
ayatnya:
الأنبياء: 32
Dan Kami jadikan
langit itu atap yang terjaga.
Yakni, langit itu ditinggikan sehingga terjaga
dari kerusakan ataupun kejatuhan. Demikian pula, kata mahfuzh pada ungkapan Lauh Mahfuzh, berarti “papan yang dijaga”. Dengan demikian,
kata mahfuzh ini semakna dengan hafiizh ( حَفِيْظَ
) karena dua-duanya adalah
isim maf’ul.
Sekarang mari kita kembali ke pokok bahasan,
yaitu kata hifzh. Seperti telah disebut di muka, kata ini
berarti “penghafalan” atau “penjagaan”. Jadi, kalau disebut hifzh Al-Qur’an, maka itu berarti “menghafal Al-Qur’an” yang
juga memiliki konotasi “menjaga Al-Qur’an”. Yakni, menyimpan dan menjaga bacaan
Al-Qur’an dalam memori sehingga tidak lepas dan menghilang darinya.
Kata “al-hifzh” yang berarti tidak lupa
mempunyai banyak sinonim.
Dikatakan:
Fulan membaca
Al-Qur’an dari punggung hati Ini adalah kiasan bahwa si fulan hafal tanpa melihat kitab. Itu sama
dengan ungkapan “hafal di luar kepala” dalam bahasa kita.
Berdasarkan kiasan itulah orang juga bilang: (istazhharahu).
Kata yang berakar pada kata dasar zhahr (punggung) ini juga berarti “menghafalkan”, atau
membacanya dari punggung hati. Atas dasar itu, maka ungkapaَn hifzh kitabillah (
الله كتاب حفظ ) dan haml kitabillah,
yaitu menjaga sesuatu dan
melakukannya secara terus menerus. Misalnya firman Allah: البقرة : 238
Lakukanlah
shalat-shalat secara ajek. Maksudnya,
lakukanlah shalat lima waktu secara terus menerus, jangan pernah kau tinggalkan
walau hanya satu kali. Jagalah supaya shalat-shalat itu kamu lakukan tepat pada
waktunya sembari menjaga segala rukun dan syaratnya secara benar.
Melihat uraian di atas, mulai dari arti kata
dasar maupun kata-kata bentukannya, maka bolehlah dikatakan bahwa “hifzh Al-Qur’an” ialah usaha seseorang untuk menjaga, menekuni
dan menghafalkan Al-Qur’an agar tidak hilang dari ingatan dengan cara selalu
membacanya, menjaga hafalannya secara terus menerus. Dus, kata “al-hifzh” itu mengandung tiga unsur utama, yaitu:
Kemampuan untuk menentukan secara tepat bentuk
tulisan sesuatu di mana orang dapat menghadirkannya (membacanya) tanpa melihat
kitab, Menekuni dan mengikatnya (hafal),
Tidak lupa. Di sinilah terletak pentingnya apa
yang disebut takrir. Seorang penghafal Al-Qur’an mutlak harus
melakukan takrir supaya dia tetap disebut penghafal Al-Qur’an.
Kalau tidak, maka julukan tersebut bisa lepas darinya, yakni ketika dia tidak
lagi dapat menghadirkan kembali
bacaan Al-Qur’an yang “pernah” dihafalnya dengan
tepat. Dan tidak sekadar itu. Dia juga terkena beban dosa karena telah lalai
dalam menjaga. Ibarat binatang buruan, dia tidak menjaga binatang hasil
buruannya sehingga lepas tanpa dia sadari. Seorang penghafal Al-Qur’an memang
memiliki kewajiban untuk menjaga hafalannya.
Pengertian Takrir
Pertanyaannya: apa itu takrir? Takrir adalah isim mashdar (verbal noun)
dari kata تَكْرِيْرًا – يُكَرِّرُ كَرَّرَ Secara harfiyah kata ini berarti pengulangan. Sedangkan menurut
istilah berarti “mengulang kembali hafalan yang sudah pernah diperdengarkan
kepada instruktur”. Istilah lain yang lazim dipakai di pesantren Jawa ialah
deresan dan nderes yang artinya adalah mengulang-ulang.
Hafal Al-Qur'an Menurut Istilah
Hifzh Al-Qur’an adalah kegiatan menghafalkan Al-Qur’an yang dilakukan oleh seseorang
dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah swt. Adapun orang yang hafal
Al-Qur’an biasa disebut al-hafizh dalam
bentuk tunggalnya dan huffazh dalam bentuk jamaknya. Begitulah yang
lazim dipakai di Indonesia sekarang. Memang, secara harfiyah, al-hafizh itu
berarti “penjaga” atau “penghafal”, sebagaimana diterangkan di atas. Seperti
juga diterangkan oleh al-Azhari:
Lelaki itu hafizh (penghafal)
dan orang-orang itu huffazh (para penghafal). Mereka adalah orang-orang yang
mendapat anugerah sanggup menghafal apa-apa yang mereka dengar dan berkat
pertolongan-Nya mereka jarang lupa akan apa yang mereka dengar.
Sebenarnya, di zaman awal Islam, “al-hafizh” adalah predikat bagi orang-orang yang hafal
hadits-hadits shahih, bukan predikat bagi penghafal Al-Qur’an. Sedang penghafal
30 juz Al-Qur’an kala itu dijuluki “hamil Al-Qur’an” (dalam bentuk tunggal) dan “hamalah Al-Qur’an” (dalam bentuk jamak) – istilah-istilah yang menurut bahasa berarti
“pembawa Al-Qur’an”, seolah mereka selalu membawa Al-Qur’an dalam memori
mereka, ke manapun mereka pergi. Begitulah misalnya yang kita dapati dalam
hadis-hadis Nabi saw. Salah satunya adalah sabda
beliau:
Orang-orang mulia di
antara umatku adalah para penghafal Al-Qur’an dan mereka yang suka shalat
malam.
Abu Umar di dalam kitab “al-Tidzlkar fi
Afdhal Adzkar Al-Qur’an al-Karim” menjelaskan istilah itu sebagai berikut:
Berkata Abu Umar:
Diriwayatkan dari banyak jalan di dalamnya terdapat Lain Dari Nabi saw
sesungguhnya Beliau Bersabda: “Salah satu sikap yang bersifat mengagungkan
Allah adalah: Memuliakan penguasa yang bersifat adil, memuliakan orang tua yang
taat pada agama, dan memuliakan orang yang hafal Al-Qur’an yang tidak
berlebihan, tidak merasa sombong dan angkuh”. Berkata Abu Umar: “Orang yang hafal
Al-Qur’an ialah orang-orang yang mengetahui hukum-hukumnya, halal-haramnya, dan
mengamalkan isi kandungannya”.
Dengan demikian, menurutnya, gelar “hamil Al-Qur’an” atau “hamalah Al-Qur’an” bukan gelar sembarangan. Dalam arti, tidak sembarang penghafal
Al-Qur’an boleh dikenai predikat ini. Predikat tersebut khusus bagi penghafal
Al-Qur’an yang telah menguasai kandungannya, terutama hukum-hukumnya,
halal-haramnya serta mengamalkannya.
Satu hal lagi yang perlu dicatat ialah, istilah
hafal (hifzh) Al-Qur’an dan penghafal Al-Qur’an berbeda
dengan istilah hafal hadis atau penghafal hadis, syair, hikmah, pribahasa,
teks-teks sastra dan lain-lain dalam dua hal pokok:
Pertama, istilah hafal atau penghafal Al-Qur’an
mencakup seluruh kitab suci itu, sehingga orang yang hafal setengah atau
sepertiga Al-Qur’an tidak dinamakan penghafal Al-Qur’an. Demikian menurut
pendapat yang kuat dan tepat. Kalau tidak, maka segenap kaum muslimin bisa
disebut penghafal Al-Qur’an mengingat setiap muslim pasti dan mesti paling
tidak hafal surah al-Fatihah yang merupakan salah satu rukun shalat menurut
mazhab kebanyakan (Syafi’i, Hanbali dan Maliki). Padahal, kenyataannya kan tidak demikian. Atas
dasar itu, maka istilah “hafizh Al-Qur’an” atau hamil Al-Qur’an hampir tidak diterapkan kecuali kepada orang
yang hafal Al-Qur’an seluruhnya dan tepat pula hafalannya.
Artikel ini diambil
dari Paket OASE AL-QUR’AN Bab Kuliah Qur’an 2 Menghafal Al-Quran
Metode Lauhun.
Ingin mengetahui lebih lanjut tentang isi Buku Oase Alquran Bab
Menghafal Alquran Metode Lauhun silakan Klik di sini.